Manado — Suasana santai namun sarat makna terasa di sudut Four Points Hotel Manado, Jumat (10/10/2025) malam yang teduh.
Di meja bundar, sejumlah sosok akademisi dan alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) tampak berbincang hangat.
Di antara mereka, hadir Taufik Tumbelaka, tokoh publik Sulawesi Utara yang dikenal kritis sekaligus berwawasan luas.
Namun malam itu bukan tentang politik atau birokrasi — melainkan tentang “belajar ekonomi” dari para pakar terbaik negeri ini.
Taufik tampak antusias berdiskusi bersama Prof. Dr. Eduardus Tandelilin, MBA, Amin Wibowo, PhD (alumnus Monash University, Australia), dan Prof. Herman Karamoy, mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sam Ratulangi (FEB Unsrat).
“Ini bukan sekadar ngobrol santai, tapi belajar ekonomi dari para guru besar. Banyak insight baru yang membuka mata,” ujar Taufik sambil tersenyum, menikmati kopi hitam khas Sulawesi di sela perbincangan.
Ilmu, Humor, dan Inspirasi di Meja Kopi
Diskusi yang awalnya ringan berubah menjadi penuh gagasan.
Prof. Eduardus Tandelilin, dosen senior FEB UGM kelahiran Maluku Tengah, dikenal dengan pemikirannya yang tajam soal investasi dan dinamika pasar modal Indonesia.
Ia menuturkan betapa pentingnya literasi ekonomi publik di tengah arus digitalisasi dan fluktuasi global.
“Ekonomi itu bukan hanya angka, tapi soal perilaku manusia. Kalau kita paham logika pasar dan psikologi masyarakat, kita bisa buat kebijakan yang lebih bijak,” tutur Prof. Eduard dengan gaya khasnya yang tenang dan humoris.
Sementara Amin Wibowo, PhD, pakar manajemen dan alumni Monash University, menambahkan perspektif tentang kepemimpinan ekonomi daerah.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara dunia akademik, pelaku usaha, dan pemerintah agar ekonomi lokal seperti Sulawesi Utara tidak hanya bertumbuh, tapi juga berkelanjutan.
Prof. Herman Karamoy kemudian menimpali dengan tawa kecil, mengaitkan teori ekonomi dengan realitas lokal:
“Kadang pasar Sulut lebih cepat dari teori ekonomi itu sendiri,” ujarnya, disambut tawa seluruh hadirin.
Pertemuan yang Penuh Makna
Pertemuan informal ini terasa seperti reuni intelektual — kongkow-kongkow yang berisi, tempat gagasan besar dibungkus dalam suasana keakraban.
Tak ada panggung, tak ada protokol; hanya kopi, senyum, dan diskusi jujur antar alumni yang rindu berbagi ilmu.
Di akhir obrolan, Taufik Tumbelaka menyampaikan rasa hormat dan kagumnya kepada para dosen UGM yang tetap rendah hati meski berprestasi di tingkat nasional dan internasional.
“Dari mereka saya belajar, bahwa intelektualitas sejati bukan soal gelar, tapi tentang kerendahan hati untuk terus belajar dan berbagi,” ucap Taufik.
Malam itu, di Four Points Hotel Manado, obrolan santai para intelektual ini meninggalkan kesan hangat — bahwa di balik secangkir kopi, selalu ada ruang untuk belajar, berdialog, dan menumbuhkan semangat mencerdaskan negeri.