Komisi IX DPR RI dan Kemendukbangga Dorong Kolaborasi Atasi Stunting dan Permasalahan Keluarga di Sulut

Manado – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) bersama Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) Republik Indonesia/BKKBN menggelar kegiatan Fasilitasi Teknis Program Bangga Kencana di Hotel Luwansa, Manado, pada Jumat (10/10/2025).

Fasilitasi teknis Program Bangga Kencana yang digelar di Luwansa Hotel Manado hari ini berlangsung dengan antusias tinggi, dihadiri langsung Menteri Dukbangga sekaligus Kepala BKKBN, Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd. dan Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene.

Kegiatan ini menghadirkan berbagai mitra kerja strategis, pemangku kepentingan, termasuk para guru, serta perwakilan dari pemerintah daerah se-Sulawesi Utara (Sulut).

Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Runtuwene dalam sambutannya menyoroti masih tingginya angka permasalahan dasar di masyarakat, seperti stunting, rumah tidak layak huni, kekurangan akses air bersih, hingga gizi buruk di wilayah Sulut.

“Masih ada 19% masyarakat nasional yang menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bersama. Bukan hanya pemerintah pusat atau daerah, tapi kita semua. Anggaran BKKBN tahun 2025 sebesar Rp3,85 triliun justru mengalami pengurangan untuk tahun depan sebesar Rp215 miliar. Ini menuntut kerja kolaboratif yang lebih kuat,” tegas Felly.

Ia juga memaparkan kebutuhan mendesak di Sulawesi Utara berdasarkan data BKKBN, seperti: 4.391 keluarga membutuhkan intervensi nutrisi, 517 rumah tidak layak huni, 552 keluarga belum memiliki jamban dan 12.717 keluarga belum mendapatkan akses air bersih.

Menurut Felly, tantangan tersebut bisa diatasi jika seluruh pemangku kepentingan di daerah duduk bersama dan membangun solusi bersama, termasuk mendorong program orang tua asuh dan pemanfaatan CSR perusahaan di 15 kabupaten/kota untuk membantu keluarga kurang mampu.
Sementara itu, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Wihaji, menekankan bahwa tugas kementeriannya berbeda dengan kementerian lain karena yang dikelola adalah kualitas manusia, yang dampaknya tidak langsung terlihat.


”Kalau Menteri PU bangun jalan, hasilnya langsung terlihat. Tapi kami? Kami urus manusia. Dampaknya baru terlihat 5, 10, bahkan 15 tahun ke depan. Karena itu kita harus mulai dari hulu, dari calon pengantin hingga lansia,” kata Wihaji.


Ia menyoroti pentingnya edukasi bagi Calon Pengantin (Catin) untuk mencegah pernikahan dini dan meningkatkan kesiapan menjadi orang tua, demi memutus siklus stunting sejak dini.

Selain itu, Wihaji menyinggung program MBG (Makan Bergizi Gratis) untuk ibu hamil, menyusui, dan balita sebagai salah satu upaya intervensi langsung dalam 1.000 hari pertama kehidupan.
“Kalau sudah lewat 1.000 hari, stunting hanya bisa sembuh 20%. Maka harus dicegah sejak awal,” ujarnya.


Wihaji juga menyoroti peran handphone sebagai ‘keluarga baru’ yang seringkali lebih dekat dengan anak-anak daripada orang tua mereka sendiri.


“Rata-rata masyarakat Indonesia menghabiskan 7-9 jam per hari dengan handphone, tapi waktu ngobrol orang tua dengan anak tak sampai 1 jam. Di sinilah krisis keluarga dimulai,” ungkapnya.


Ia menekankan pentingnya komunikasi dalam keluarga dan pengawasan terhadap paparan digital yang dapat membentuk karakter dan perilaku generasi muda di masa depan.


Kegiatan ini ditutup dengan seruan dari Komisi IX dan BKKBN untuk memperkuat data keluarga, memperluas program intervensi berbasis komunitas, serta membangun kolaborasi lintas sektor, termasuk keterlibatan dunia pendidikan, perusahaan, dan pemerintah daerah.


“Kalau keluarga sehat dan kuat, maka negara akan sehat dan kuat,” pungkas Wihaji.

Tinggalkan Balasan