Manado – Bank Indonesia (BI) terus melakukan upaya dalam hal mendorong peningkatan produksi dan stabilisasi harga komoditas perikanan di wilayah Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua).
Salah satu upaya yang dilakukan dengan menggelar Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Sulampua Triwulan II Tahun 2024, Kamis (8/8/2024) di Hotel Sintesa Peninsula Manado.
Dalam kesempatan ini, Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Selatan selaku Koordinator Wilayah Sulampua, Rizki Ernadi Wimanda membeber perkembangan Pertumbuhan Ekonomi (PE) hingga resiko yang dialami pada Sulampua.
Untuk PE Sulampua pada Triwulan II Tahun 2024 tumbuh 6,74 persen (year on year), lebih rendah dari triwulan sebelumnya 7,97 persen.
“Ini selaras dengan pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Di mana, pertumbuhan tertinggi tercatat di Papua Barat 21,11 persen sementara terendah di Maluku 3,12 persen.
Sementara untuk perkembangan inflasi, kata dia, penyumbang inflasi di Sulampua bukan hanya datang dari kangkung, beras, sigaret kretek mesin, emas perhiasan. Namun ada juga dari perikanan.
“Sulampua ini menarik. Ada ikan yang jadi penyumbang inflasi,” ungkapnya.
Lebih jauh, ujar dia, wilayah Sulampua ternyata menjadi sentra produsen perikanan tangkap nasional dengan pangsa 55,87 persen produksi nasional dan serapan tenaga kerja yang lebih tinggi dari nasional.
Adapun yang menjadi tantangan pada triwulan III ini, ungkap Wimanda, yakni mengantisipasi menurunnya produksi ikan yang diakibatkan oleh Fenomena La Nina. Sebab, info dari BMKG La Nina akan terjadi pada pertengahan Agustus 2024 ini.
“Fenomena La Nina beresiko ke produksi perikanan karena gelombang laut yang tinggi,” ujarnya.
Fenomena La Nina, lanjut dia, cenderung diikuti dengan angin pasat yang menguat sehingga menahan aktivitas melaut bagi para nelayan.
“Berdasarkan data historis, rata-rata produksi perikanan tangkap Sulampua pada La Nina sebesar 45,13 ribu ton, lebih rendah dibandingkan periode El Nino yang sebesar 49,54 ribu ton,” ungkapnya.
Tantangan lainnya, yakni fluktuasinya bahan baku produksi tinggi akibat ketergantungan terhadap cuaca, bagan baku pendukung hilirisasi ikan masih impor (canola oil, kaleng, sunflower oil), kebutuhan listrik untuk cold storage belum memadai dan persaingan perolehan bahan baku dengan industri di luar Sulampua.
Rakorwil ini didukung Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi Steve Kepel.
Kepel dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini sangat penting dalam hal mendorong sektor perikanan di wilayah Sulampua.
“Urgensi rakorwil ini merupakan wujud nyata komitmen kita bersama perkuat sinergitas lintas daerah dalam rangka mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” tutur Kepel.
Lebih jauh dikatakannya, Indonesia bagian timur memiliki potensi yang terbilang cukup tinggi dalam hal sektor perikanan.
“Kawasan Indonesia Timur dengan kekayaan laut yang melimpah. Namun tantangan yang dihadapi masih sangat besar. Termasuk keterbatasan infrastruktur hingga akses modal,” ungkap Kepel.
Ia mengharapkan lewat rakorwil ini ikut dapat merumuskan strategi untuk mempercepat peningkatan sektor perikanan.
“Diharapkan adanya inovasi hingga solusi yang efektif guna mengoptimalkan potensi yang ada,” tukasnya.
Rakorwil ini menjadi pembicara Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan-Kemenko Bidang Perekonomian, Ferry Irawan; Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing-Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Roby Fadillah; Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung, Ady Candra serta Kepala Divisi Riset dan Pengembangan Produk Askrindo, Yudhi Ferraro.
Adapun yang hadir dalam rakorwil ini, di antaranya Kepala Perwakilan BI Sulut Andry Prasmuko, para sekretaris daerah provinsi, selaku perwakilan kepala daerah se-Sulawesi, Maluku dan Papua, para pimpinan instansi vertikal di Sulut, akademisi, pelakunisaha dan pihak perbankan serta stakeholder terkait.