by

Dinilai Ulur Waktu, Kapolsek Wanea Dilapor ke Propam

Manado – Kapolsek Urban Wanea, berinisial Kompol TK alias Tomi serta salah satu penyidik berinisial AI alias Asin, dilaporkan Fentje Lengkong warga Kelurahan Karombasan Utara, Lingkungan IV, Kecamatan Wanea ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulut, Selasa (22/10).

Dilaporkannya, Tomi dan Asin menurut Lengkong karena keduanya mengulur-ulur waktu atas penyelesaian perkara pengrusakan rumahnya, yang nyata-nyata sudah memenuhi unsur tindak pidana. Namun sekitar 16 bulan berproses, kasus itu tidak kunjung usai.

Selain melapor ke Bidang Propam, pria yang berprofesi sebagai PNS itu juga telah melayangkan surat tembusan ke Kapolda Sulut dan Kapolresta Manado. Serta besok, surat akan dikirim juga ke Mabes Polri serta Kompolnas.

“Saya sudah membawa surat ke Kapolda, termasuk melapor di Bidang Propam. Saya juga besok akan mengirimkan surat ke Mabes Polri dan Kompolnas,” terang Lengkong saat melapor di Mapolda.

Lengkong juga membeberkan, pada 13 Juni 2013, dirinya melapor di Mapolsek atas kasus pengrusakan yang terjadi dirumahnya oleh alat berat berupa eskavator dan operatornya. Pembongkaran bangunan mengakibatkan atap rumah Lengkong bocor.

Dinding dan lantai retak bahkan ada rembesan air jika hujan.
Setelah 24 dan 25 Juni, dirinya diberikan SP2HP alias Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan. Pelapor pun siap memberikan keterangan tambahan jika penyidik memanggilnya kapanpun. Namun belakangan tak ada perkembangan sedikit pun atas penyelidikan tersebut hingga pelapor merasa kecewa.

Tepat pada 11 Agustus 2014, Asin selaku penyidik mengatakan penyitaan babuk eskavator tersebut tinggal menunggu keputusan Kapolsek. Asin juga mengatakan penyitaan barang bukti (Babuk) butuh biaya besar. Alasan Asin lainnya, Polsek takut jika nantinya akan di Pra Peradilan oleh perusahaan pemilik eskavator.

Kapolsek ketika ditemui menyatakan pihak Pengadilan tidak mau menerima surat ijin penyitaan karena pemilik eskavator akan mengajukan Pra Peradilan. Juga Babuk itu tak mungkin disita karena wujudnya sangat besar dan tidak mungkin dibawa ke Pengadilan.

Hingga akhirnya Lengkong berkonsultasi dengan pihak Kejaksaan, mengingat permintaan Babuk tersebut adalah petunjuk dari Kejaksaan. Kata pihak Kejaksaan, Babuk tersebut harus dilakukan penyitaan karena dipakai melakukan tindak pidana pengurasakan. Bukti penyitaan alat itu hanya dalam bentuk surat penyitaan. Pemilik alat juga masih bisa menggunakan kapan saja, tinggal melapor ke pihak kepolisian.
20 Agustus, Kanit Reskrim Iptu Kasad Mokodongan, menjelaskan bahwa pihaknya tinggal menunggu surat penetapan penyitaan dari Pengadilan. Sebulan kemudian, Mokodongan menyatakan surat penetapan tersebut biasanya diterbitkan sebulan lamanya sejak permohonan diterima. Namun hingga sekarang surat itu tak juga terbit.

Lengkong menyatakan Tomi dan Asin sengaja mengulur waktu agar kasus ini di-SP3. Bahkan dia menyebut ada dugaan Tomi dan Asin sudah menerima uang dari pihak pemilik alat eskavator serta pihak yang mempekerjakan alat tersebut.
Lengkong mengaku mengalami banyak kerugian atas peristiwa pengrusakan tersebut. Kerusakan di rumahnya juga belum diperbaiki oleh pihak terlapor.

“Saya juga sudah menyertakan foto-foto bukti pengursakan dalam laporan,” bebernya. (jenglen)

Comment

Leave a Reply

News Feed