by

Dugaan Rusak Lingkungan, Polda Sulut Periksa Tambang PT MSM !

Minut – Keberadaan perusahaan tambang emas PT Meares Soputan Mining (MSM), adalah pemegang Kontrak Karya generasi keempat yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia tahun 1986 di Likupang, Kabupaten Minahasa Utara terus saja diperbincangkan.

Pasalnya sampai sekarang belum pernah dilakukan audit lingkungan secara terbuka dihadapan masyarakat Minut-Bitung dimana lokasi tambang ini beroperasi. Hal ini seperti diungkapkan Ketua Lembaga Anti Korupsi Pemerhati Pembangunan Nasional (LSM LAKP2N ) Minut, Rinto Rachman.

Menurutnya jika memang belum ada audit lingkungan secara terbuka, dirinya menantang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI agar segera menindaklanjutinya dengan melakukan audit lingkungan terhadap PT MSM juga meminta melaksanakan reklamasi dan revegetasi.

Menurut Rinto, audit tersebut dilakukan untuk memeriksa bagaimana perusahaan tersebut mengelola lingkungan di wilayah pertambangan Minahasa Utara-Bitung.

“Seharusnya BPK Setiap tahun melakukan pemeriksaan khususnya di bidang tambang, apakah itu menyangkut pengelolaan lingkungannya maupun pasca tambangnya,” kata Rachman.

Lanjutnya, dasar pemeriksaan itu, yakni pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23E, Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentangPemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Rinto menyebutkan, audit lingkungan tersebut merupakan bagian dari tugas dan wewenang BPK untuk memeriksa pengelolaan atas kekayaan negara. Selain itu, pengelolaan lingkungan ini merupakan bagian dari persiapan BPK memimpin kelompok kerja Internasional Working Group on Environmental Auditing (WEGA) periode 2012 sampai 2016. Dimana WEGA sendiri adalah bagian dari International Organization of Supreme Audit Institutions (Intosai), organisasi institusi auditor tertinggi internasional yang beranggota badan audit dari 72 negara.

Jelasnya, pemeriksaan berperspektif lingkungan meliputi pemeriksaan atas manajemen kehutanan, pemberian ijin penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan non kehutanan, misalnya untuk lahan kelapa sawit dan pertambangan serta pemeriksaan lahan yang berakibat tumpang tindih peruntukannya.

“Saya minta, BPK akan selalu hadir ketika pengelolaan sumber daya alam tidak friendly terhadap lingkungan, BPK tidak segan-segan melakukan pemeriksaan,” kata Rinto menegaskan.

Sebutnya lagi, memang hal itu berdampak pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor sumber daya alam meningkat dari tahun ke tahun, namun kerusakan lingkungan juga diidentikkan dengan kegiatan pertambangan yang tidak berwawasan lingkungan.

“Tujuan pemeriksaan untuk menilai apakah: Pemerintah dan Kuasa Pertambangan telah memiliki pengendalian yang memadai untuk meminimalisasi kerusakan lingkungan, Pemerintah telah melakukan pengawasan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan Kuasa Pertambangan telah mematuhi ketentuan sesuai dengan Kontrak dan/atau dokumen Amdal/RKL-RPL; Kuasa Pertambangan telah melaksanakan hak dan kewajibannya berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” terangnya lagi.

Lebih rinci katanya, untuk mencapai ketiga tujuan pemeriksaan di atas, maka pemeriksaan diarahkan kepada: Peraturan dan kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengatasi erosi kawasan pertambangan dan pengendalian kerusakan lingkungan.

“Kegiatan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengatasi erosi kawasan pertambangan dan pengendalian kerusakan lingkungan. Kegiatan dan peran perusahaan Kontrak Karya Pertambangan dalam mencegah dan mengatasi erosi kawasan pertambangan dan pengendalian kerusakan lingkungan. Lokasi dan jumlah kerusakan areal pasca tambang akibat dari revegetasi dan reklamasi yang tidak berjalan sesuai dengan perjanjian Kontrak Karya Pertambangan. Sumber Daya Manusia dan peralatan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk mencegah erosi kawasan pertambangan dan pengendalian kerusakan lingkungan,” jabarnya.

“Reklamasi sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan tambang sangatlah penting. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang tidak melaksanakan reklamasi dan revegetasi dengan baik harusnya tidak diperpanjang izin tambangnya,” kecamnya.

Untuk itu aktivis yang pernah di Drilling Oil&Gas MIGAS itu, menambahkan BPK dan Kementerian ESDM memperbaiki opini laporan keuangan menjadi motivasi untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan pertambangan sesuai prinsip pengelolaan pertambangan yang baik serta meminta Legislator Minut dapat melihat dengan serius jangan hanya berdiam diri terlebih kepada Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara melalui instansi terkait Dinas Pertambangan dan Energi Minut, Kadis Allan Mingkid kalau ada laporan verifikasi lapangan Proper 2013-3014 PT MSM ?

“Ini zalim, mereka mau hasilnya tetapi tidak mau untuk mereklamasi, juga mana peran Legislator Minut terutama yang berasal dari dapil Likupang yang saat pencalonan lalu gencar menyuarakan kepentingan warga seakan tak terdengar nyaring lagi begitupun dengan Kadistamben Minut seakan ompong bila berhadapan dengan PT MSM. Kalau sudah begitu berarti ada apa-apanya ini,” tegas Rinto seraya meminta meminta kepada Kementerian ESDM, jika ada perusahaan tambang yang belum Clean and Clear (CNC) atas persyaratan tersebut, dilaporkan saja ke BPK untuk diperiksa dan Polda Sulut diminta turun tangan untuk periksa PT MSM karena diduga menyalahi Undang-Undang RI. “Menyalahi Undang-Undang merupakan kejahatan Luar Biasa,”tegas Rinto.

Pihak PT MSM sampai berita ini diturunkan belum dapat dikonfirmasi mengenai berbagai tudingan mendasar dari aktivis lingkungan Sulut tersebut. (vebry)

Comment

Leave a Reply

News Feed