Hadiri Ibadah HUT GMIM Pinaesaan GPI, Wagub Kandouw : Gereja Harus Peka Terhadap Realitas Sosial

Manado – Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Steven Kandouw, menghadiri ibadah syukur HUT ke-16 Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Pinaesaan Griya Paniki Indah (GPI), Minggu (15/09/2024).

Ibadah syukur HUT ini dirangkaikan pengutusan Pdt. Lindayati A. Jehosua, S.Th sekaligus penerima Pdt. Maria M. Liud, S.Teol., MA,. dan Pdt. Meiske V. L. Mangare, M.Th., digelar dengan sukacita.

Wagub Steven Kandouw dalam sambutannya mengatakan, perkembangan jemaat GMIM dalam bersinode sangat cepat atau extraordinary, lebih dari biasa-biasa dan sangat berevolusi.

“Dalam 16 tahun sudah sangat bertranformasi. Transformasi jemaat hakekatnya adalah perjalanan spiritual jemaat. GMIM Pinaesaan 16 tahun from nothing to something kalau from zero to hero masih perlu uji parameternya.

Mengapa saya katakan kalau from zero to hero masih perlu uji parameternya karena dari segi fasak atau dibangun tampak depan luar biasa. Gedungnya megah, 43 kolom,” kata Kandouw.

Dirinya pun, selalu menganalogikan gereja yang huruf besar ini dengan uang. Uang ada nilai nominalnya ada nilai intrinsiknya 100 ribu ditulis 100 ribu dan 500 rupiah ditulis 500 rupiah. Tapi banyak yang tidak tau untuk yang membuat uang 100 ribu lebih murah dengan membuat uang yang 500 rupiah logam.

“Sama dengan kita di gereja, mungkin dari aspek nilai fisiknya sekarang Pinaesaan GPI sudah miliyar, sudah besar. Tapi yang penting selain nilai nominalnya adalah nilai intrinsiknya, bagaimana nilainya dimata Tuhan.

Selamat 16 tahun berjalan ini apakah torang samua so betul-betul menjadi sumber damai sejahtera, jadi sumber sukacita, sumber pengharapan,” ungkapnya.

Ditambahkannya, iman jemaat di Hut ke-16 imannya harus ada kasih, kerendahan hati.

“Usia 16 tahun tidak ada salahnya kalau torang kontemplasi, torang evaluasi, torang outo kritik. Setau saya, GMIM Pinaesaan kalau rutinitas, kalau seremonial, kalau pelaksanaan ibadah, BIPRA-nya pun saya kira lengkap mengikuti kegiatan-kegiatan Bipra umpannya pemuda-pemaja, kaum bapak dan kaum ibu, jemaat ini semua ikut bahkan hebat-hebat, saya salut juga apresiasi,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dalam momentum 16 tahun jemaat jangan lupa substansi bergereja.

“Apakah kita rutin beribadah, apakah kita rutin melihat sudara-sudara yang susah, melihat sudara-sudara yang bermasalah dalam keluarga, anak-anak remaja dan pemuda yang sedang bingung dengan masa depannya, keluarga yang masih bermasalah dengan ekonominya,” lanjutnya.

“Torang harus peka sebagai gereja untuk saling membantu, gereja harus campur tangan dan gereja jangan hilang kontak dengan realita-realita sosial,” sambungnya.

Dikatakannya, gereja moderen adalah gereja yang mampu memasuki semua spektrum kehidupan jemaat apalagi perekonomian jemaat.

Gereja harus mampu memberdayakan, menyemangati dan memberikan solusi pada jemaat yang sedang dilanda kesusahan perubahan.

“Perubahan bility itu banyak, tapi kalau jemaat kehilangan semangat untuk hidup, untuk keluar dari kemiskinan itu bahaya. Kewajiban pemerintah dan gereja untuk jemaat-jemaat kurang mampu dapat dibantu, tapi jadi kewajiban torang samua untuk mampu mendorong jemaat ini keluar dari situ,” tandasnya.

Ibadah syukur ini dipimpin Koordinator Bidang Ajaran dan Tata Gereja Sinode GMIM, Pdt.Tonny Kaunang, S.Th., MM.

Mengambil perikop pembacaan Kitab Efesus 4:1-16,  mengatakan, pada momentum seperti ini, sebagai umat Tuhan perlu berefleksi, berkaca diri mengapa ada gereja mengapa ada jemaat dan siapa yang mendirikan gereja, untuk apa ada gereja dan sudah sejauh mana kita berjalan pada trek yang benar sebagai gereja Tuhan.

“Alkitab sebagai pedoman kita dalam bergereja karena itu segala sesuatu dalam kehidupan bergereja harus ada dalam Alkitab dan Yesus Kristus mendirikan eklesia yang artinya jemaat atau gereja,” katanya.

Ditambahkannya, Efesus 4 ini menekankan pada hidup berpadanan pada panggilan bergereja. Kalau tidak berpadanan berarti tidak seimbang.

“Jadi yang dimaksudkan orang-orang percaya di Efesus termasuk kita karena berita Injil turut menjadi ahli waris, jadi orang percaya adalah ahli waris kerjaan karena itu warga negara kita ada di sorga.

Berpadanan atau timbang itu kalau kita sudah menjadi ahli waris kerajaan sorga maka tindakan kita harus berimbang dengan status kita sebagai warga kerjaan Allah,” tambahnya.

“Semua orang percaya telah menjadi anak-anak Allah. Sebagai jemaat Tuhan kita harus sadar bahwa kita adalah warga negara Indonesia tapi juga warga kerajaan sorga.

Sebagaimana sebagai warga negara kita harus patuh hukum taat pada moral, etika dan norma-norma yang ada di negara hukum. Demikian apa yang dikatakan Rasul Paulus sebagai warga kerajaan sorga kita harus hidup berpadanan dengan norma, nilai dan aturan sesuai dengan firman Tuhan,” sambungnya.

Lebih lanjut, jemaat Tuhan tidak lepas dari persoalan hidup. Selama hidup didalam daging, masih hidup didalam dunia selalu ada masalah dan tidak pernah akan bebas dari persoalan.

“Dari mana datangnya persoalan, pertengkaran datang dari hawa nafsu yang saling berjuang didalam tubuh, mengingini sesuatu tadi tidak memperolehnya lalu melakukan dosa,” lanjutnya.

Dikatakannya, konflik selalu terjadi di jemaat termasuk di jemaat-jemaat GMIM.

“Cara menyelesaikan permasalahan adalah dengan kerendahan hati, lemah lembut, sabar dan tunjukkan kasih dalam hal saling membantu. Ini nilai-nilai untuk mempererat persekutuan semuanya,” tandasnya.

Hadir pula dalam kegiatan tersebut Wali Kota Manado Andrei Angouw juga jajarannya. Camat dan sekretaris kecamatan dan jajarannya.

Leave a Reply

News Feed