Mami Fiktif Masuk Ranah Hukum, Gubernur Serahkan Langsung Laporan ke Kapolda

Manado – Komitmen Gubernur SH Sarundajang (SHS) dalam pemberantasan korupsi patut diacungi jempol. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait pengadaan makan/minum (mami) fiktif di Setda telah memasuki ranah hukum dan Gubernur SHS sendiri yang melaporkan dugaan praktek korupsi dilakukan anak buahnya, ke Kapolda Sulut.

Kepala Biro Hukum Setdaprov Sulut, Marcel Sendoh, kepada wartawan, Rabu (24/09/14) mengatakan, laporan mami fiktif telah ditandatanganinya dan diserahkan ke gubernur. “Gubernur sendiri yang menyerahkan ke Kapolda Sulut,” kata Sendoh.

Menurutnya kasus mami fiktif ini bukan pidana biasa sehingga tidak perlu telaah staf atau kajian hukum dari Biro Hukum. “Ini kan berdasarkan temuan BPK, berkas laporan hanya lewat di Biro Hukum, kami hanya melakukan paraf koordinasi dan menyerahkan langsung ke Gubernur,” ungkapnya sembari menambahkan paraf koordinasi terkait laporan mami fiktif dilakukan Inspektorat, Asisten 3 dan Biro Hukum.

Sebelumnya, Kepala BLH Christian Talumepa kepada wartawan mengungkapkan bahwa mami fiktif pemprov Sulut telah memasuki ranah hukum. “Katanya gubernur telah melapor langsung ke Polda Sulut tentang mami fiktif yang banyak dimuat media massa. Kalau tidak salah ada 13 nama yang dilaporkan, tetapi untuk lebih jelas coba kalian tanya ke Karo Hukum,” ujar mantan Karo Hukum, akhir pekan lalu.

Saat ditanya apakah dalam kasus mami fiktif bisa ditelusuri aliran dana dan menjerat penerima aliran dana tersebut, Talumepa menjelaskan, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) adalah yang bertanggungjawab penuh. Namun dalam proses hukum nantinya mungkin bisa berkembang dan akan bisa dilihat siapa berbuat apa.

Diberitakan sebelumnya, tiga lembaga penegak hukum, yaitu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan didesak untuk mengusut adanya dugaan kegiatan pengadaan makan/minum (mami) fiktif di Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Sulut yang menyebabkan APBD jebol hingga miliaran rupiah. Mami fiktif ini merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebabkan Pemprov Sulut gagal meraih opini WTP.

Pengamat politik dan pemerintahan, Taufik Tumbelaka mengatakan, lembaga penegak hukum jangan diam, melainkan harus proaktif menindaklanjuti temuan BPK terhadap adanya kegiatan fiktif terkait pengadaan makan minum di Setdaprov Sulut. “Masuk dan usut praktek korupsi berupa kegiatan pengadaan mami fiktif ini,” tegas putra Gubernur pertama Sulut ini.

Menurut Tumbelaka, harus diselidiki apakah temuan mami fiktif ini hanya karena dokumen pendukung yang tidak ada atau benar-benar fiktif yang berarti kegiatannya tidak dilaksanakan dan semua dokumen pertanggungjawaban dipalsukan. “Ini serius, sebab jika terbukti kegiatannya benar-benar fiktif maka berarti selain korupsi, ada kejahatan lain dibalik itu yakni pemalsuan dokumen dan lain sebagainya,” koar jebolan Fisipol UGM ini.

Lanjutnya, harus diusut pula aliran dana terkait mami fiktif ini. Pasalnya jika benar fiktif, berarti uangnya dicairkan tetapi kegiatannya tidak dilaksanakan. “Nah uang yang dicairkan ini harus ditelusuri alirannya. Kepada siapa saja uang hasil kegiatan fiktif ini dan siapa-siapa yang bertanggungjawab membuat dokumen-dokumen palsu tersebut harus diungkap,” desaknya.

Ia juga meminta Gubernur SH Sarundajang untuk berani mengungkap praktek temuan mami fiktif ini agar tidak menjadi presenden buruk terhadap pemerintahannya. “Sebab jika mami fiktif ini terbukti, maka secara langsung mencederai pemerintahan SH Sarundajang yang tidak lama lagi akan berakhir dan akan menjadi catatan sejarah kelam bagi pemerintahan yang mengusung jargon membangun tanpa korupsi ini,” imbuhnya.

Sebelumnya, BPK mengkonfirmasi adanya temuan mami fiktif di Setdaprov Sulut. Kepala Sub Auditorat Wilayah Sulut I BPK RI Perwakilan Provinsi Sulut, Dade Nandemar mengatakan, temuan ini merupakan bukti masih lemahnya sistem pengendalian intern (SPI) Pemprov Sulut. “Kalau masih ada temuan seperti ini (mami fiktif), maka bisa disimpulkan sistem pengendalian internal belum bagus atau masih buruk,” imbuhnya.

Pernyataan Dade (sapaan akrab auditor senior BPK perwakilan Sulut ini) agak kontras dengan kondisi sebenarnya. Pasalnya, Sistem Pengendalian Internal Pemprov Sulut yang digawangi Kepala BPK BMD Sulut Praseno Hadi diberlakukan ketat. Bahkan pada tahun 2010 usai meraih opini WTP terhadap LKPD tahun 2009, Pemprov Sulut mendapat pengakuan sebagai Pemda yang berhasil membuat dan melaksanakan sistem pengendalian internal keuangan yang baik.

Pernyataan berbeda disampaikan Kepala BPK RI Perwakilan Pemprov Sulut Drs Andi K Lologau, di mana ia menyebutkan, temuan BPK terhadap kegiatan fiktif di Pemprov Sulut tak melulu karena SPI yang lemah. “Bisa saja SPI sudah bagus tetapi karena adanya persekongkolan jahat antara orang-orang di dalam sistem tersebut,” ungkap Lologau.

Persekongkolan ini, lanjutnya, merupakan parasit yang meruntuhkan sistem. “Sebaik-baiknya sistem jika ada persekongkolan jahat pelaku-pelaku di dalamnya, maka sama saja bohong. Sistem tidak akan jalan,” sebutnya.

Lanjut Lologau, atas temuan mimi fiktif di Pemprov Sulut, BPK memberikan rekomendasi pada Pemerintah Daerah atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut untuk mempertanggungjawabkan kerugian daerah berupa Tuntutan Ganti Rugi (TGR), dengan menyetor ke kas daerah, mempertanggungjawabkan potensi kerugian daerah dan bila tidak dapat mempertanggungjawabkan agar menyetor ke kas daerah, melakukan upaya penagihan serta menyetorkan kekurangan penerimaan ke kas daerah. Pemberian sanksi kepada pihak yang bertanggungjawab, peningkatan pengawasan dan pengendalian serta mempertanggungjawabkan secara administrasi atas bukti pertanggungjawaban yang belum memadai.

“Walau demikian, semua temuan BPK yang menyebabkan kerugian negara (termasuk mami fiktif setdaprov Sulut) , tidak menutup kemungkinan bagi penyidik Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK untuk masuk,” pungkasnya.

Pemprov Sulut melalui Asisten 3 Sekprov, AN Watung selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) ketika dikonfirmasi mengenai temuan mami fiktif enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan bahwa temuan BPK ini sudah dijawab gubernur alasan-alasannya. “Apa yang pernah disampaikan gubernur begitulah adanya. Kalau KPK masuk yah itu di luar wewenang kami untuk menjawab,” jawabnya atas pertanyaan wartawan sambil menyudahi obrolan.

Sebelumnya, Gubernur SH Sarundajang pernah mengkonfirmasi terkait temuan mami di Setdaprov Sulut. Menurut Sarundajang, temuan ini bersifat administratif yakni adanya kegiatan yang tidak disertai dokumen-dokumen pendukung seperti foto, kwitansi dan lainnya. “Kebetulan tahun 2013 banyak kegiatan besar dilaksanakan di Sulut. Di mana banyak kegiatan pengadaan makan/minum untuk menjamu tamu-tamu. Sayangnya dokumen-dokumen sebagai bukti pertanggungjawaban tidak terdokumentasikan sehingga menjadi temuan BPK. Ini menjadi pelajaran ke depan agar supaya lebih teliti dan disiplin lagi dalam pengelolaan anggaran,” ujar Sarundajanag beberapa waktu lalu.

Tinggalkan Balasan